Selasa, 22 Juli 2014

Ramadhan's Problematic -Essay-

Kali ini, saya mencoba menuliskan semacam “essay” yang saya buat sendiri, melalui proses dan pengumpulan data yang panjang dan rinci. Saya telah membaca dan merangkum beberapa surat kabar di kota saya dan membandingkannya dengan data tahun lalu. Mengapa saya mengambil tema Ramadhan? Karena ini tuntutan dari sekolah dan mengapa saya mengambil tema problematika di dalamnya? Karena saya pikir ini adalah masalah krusial yang dihadapi pemerintah. Jadi disini, saya akan mencoba menjelaskan lebih rinci beberapa masalah penting yang muncul selama bulan Ramadhan 








Kalau teman-teman ingin tahu lebih dalam tentang “essay” saya ini, silahkan klik read more yaa ;)



Dalam Ramadhan kali ini, sekolah memberikan kepada kami, siswa siswinya untuk membuat suatu project untuk membuat kita tidak hanya menikmati liburan hanya dengan bersantai-santai saja, melainkan juga untuk tujuan “developing knowledge” kita sebagai pelajar. Dalam tugas tersebut, saya ingin membahas salah satu poin penting dalam bulan Ramadhan ini, yaitu masalah “Problematika dalam Ramadhan” sesuai dengan judul “Essay” ini. Jadi, di dalam essay ini saya akan membahas 4 poin penting problematika di bulan Ramadhan, diantaranya
  •           Kenaikan harga bahan pangan
  •           Penjualan petasan di bulan Ramadhan
  •           Prostitusi di bulan Ramadhan
  •          Kemacetan disaat waktu mudik


Mengapa saya memilih 4 topik di atas? Karena menurut saya, seperti yang saya katakan di atas, 4 hal atau topik diatas adalah 4 hal-hal problematik yang setiap tahun berulang terus menerus. Mengapa hal ini dapat terjadi? Peran serta pemerintah dan aparatnya lah yang memiliki tanggung jawab terbesar. Hal inilah yang sepatutnya kita pertanyakan? Dimanakah ke-efektivitas-an aparat pemerintahan bekerja dalam hal ini?
Oke, kita akan membahas poin pertama di dalam essay saya..


“Kenaikan Harga Bahan Pangan di saat Ramadhan”. Hal itulah yang menjadi Headline selama beberapa hari di sejumlah surat kabar, seperti Kaltim Post dan Balikpapan Pos. Setiap menjelang dan memasuki bulan ramadhan, harga pangan di sejumlah daerah (tidak terkecuali Balikpapan) mengalami perlonjakan harga. Secara teori Ekonomi, semakin banyak permintaan, maka harga barang akan semakin tinggi. Hal inilah yang mendasari para produsen bahan pangan tersebut untuk menaikkan harga. Hal ini sering kali terjadi di dalam kawasan pasar tradidional, mengapa? Karena di daerah pasar tradisional inilah harga dapat dipermainkan, dapat ditinggikan maupun diturunkan. Berbeda dengan harga i pasar swalayan maupun pasar modern lainnya yang cenderung mematok harga tinggo guna menstabilkan harga dari bahan pangan itu sendiri.
Hal inilah yang sangat disesalkan oleh para penjual dan pembeli, mereka merasa sangat dirugikan dalam kenaikan harga ini. Ketika saya mencoba menuju salah satu pasar tradisional di Balikpapan, (berbarengan dengan menemani mama saya berbelanja) saya mencoba bertanya kepada salah satu pedagang langganan mama saya tersebut yang memang sudah “agak” akrab dengan kami, beliau bernama Bu Muliana. Beliau berkata kenaikan harga tersebut sangat disayangkan bukan hanya olehnya, tetapi oleh banyak sekali pedagang di Pasar Pandan Sari tersebut. “Ya pelanggan jadi sepi dek kalau harga semua pada naik, kita jadi dapat untung dikit kalau pasang harga tinggi” tutur Ibu Muliana. Dalam kondisi ini, kita sebagai konsumen pun merasa dirugikan oleh kenaikan harga ini. Bulan puasa yang secara otomatis meningkatkan kebutuhan para konsumen menjadi terganggu dalam hal pemenuhannya dikarenakan oleh kenaikan harga tersebut.
Dalam hal ini, pemerintah tidak diam di tempat. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menggelar operasi pasar dan pasar murah di semua provinsi di Indonesia. Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan operasi pasar murah itu dilakukan untuk menekan penaikan harga bahan pokok di pasaran pasca penaikan harga BBM bersubsidi dan pada saat Ramadhan (jaringnews.com, 8/7)
Bukan hanya Kementerian Perdagangan yang diminta untuk menstabilkan harga pangan. Namun, Pemerintah daerah pun diminta untuk membantu menstabilkan harga. Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, menegaskan bahwa seluruh pemerintah daerah telah diminta untuk menggelar pasar murah demi meredam lonjakan harga itu (merdeka.com, 8/7).

Sayangnya, operasi pasar maupun pasar murah terkesan hanya antisipasi yang bersifat insidental. Pemerintah belum memiliki kebijakan yang cukup komprehensif guna mencukupi kebutuhan bahan pokok yang murah.  Pada situasi ini, pemerintah dapat dianggap lalai untuk menjamin kebutuhan masyarakat. Pemerintah seharusnya dapat meningkatkan produksi bahan kebutuhan pokok dan memperkuat pengawasan distribusi.

Setelah permasalahan pertama, kita akan membahas permasalahan kedua, yaitu

“Transaksi jual-beli petasan di bulan Ramadhan”. Hal ini menjadi salah satu “crusial problematic” dari pemerintah dan pedagang petasan di masing-masing daerah. Petasan dan Ramadhan adalah “salah dua hal” yang tidak dapat dipisahkan. Di lain pihak menyatakan argumennya bahwa petasan adalah hiburan di sela-sela kegiatan Ramadhan (yang berarti memenuhi kebutuhan akan hiburan) dan di lain pihak menyatakan bahwa hal tersebut dapat membuat keributan dan mengganggu aktivitas beragama. Dua hal yang tidak dapat dipungkiri melihat kebebasan masyarakat atas hak sebagai manusia.. Tetapi tetap saja, toleransi beragama tidak dapat disalahkan.

Pengguna petasan mendapatkan petasan tersebut karena dijual bebas di pasaran. Penertiban oleh pihak aparat pemerintah (pamong praja) sangat diperlukan dan dibutuhkan dalam upaya razia barang “haram” tersebut. Tetapi, tugas Pamong Praja ini hanya MERAZIA bukan MENYITA SEGALANYA dan MERUSAK. Hal inilah yang sangat disesalkan oleh para pedagang yang menjajakan petasan tersebut. Seperti yang dilansir oleh VIVAnews,
Santo, seorang pedagang petasan di Kota Bogor, menyesalkan kebijakan itu. Kebijakan itu dinilai menghambat rezeki musiman yang bisa diraub pedagang menjelang Idul Fitri. "Rata-rata juga cuma bunga api. Kecuali petasan cabe rawit dan itu tidak ada yang berani menjual," katanya.

Hal ini membuktikan bahwa mereka membuat pedagang musiman itu merugi. Mereka hanya memanfaatkan momen ini karena mereka adalah pedagang musiman yang melihat peluang keuntungan dari menjajakan petasan tersebut. Kita harus bisa membedakan kata “MERAZIA” dan kata “MENYITA”.

Peran serta pemerintah dalam hal ini sudah cukup benar. Tetapi. Mereka juga harus melihat efek samping dari kebijakan tersebut. Mereka boleh saja merazia, tetapi dalam rangka merazia apa yang memang dianggap berbahaya, merazia dengan cara yang benar, bukan dalam bentuk pengrusakan dan ke-arogansi-an dari pihak aparat. Hal ini selain merugikan para pedagang yang notabene sedang mencari nafkah, hal ini juga merugikan pemerintah karena pencitraan buruk yang di “ lontarkan “ oleh masyarakatnya sendiri. Sebelum mengadakan razia, alangkah baiknya jika aparat dan bagian pemerintahan yang bersangkutan mengadakan sosialisasi terhadap bahaya dan mencari informasi melalui para pedagang agar bisa membedakan mana petasan yang dianggap berbahaya dan yang kurang menimbulkan bahaya agar dalam proses peraziannya tidak merugikan pedagang itu sendiri. Karena aparat berguna untuk menertibkan juga kan?


Lanjut ke permasalahan essay saya berikutnya, ya. Permasalahan essay saya berikutnya adalah “Masih Maraknya Prostitusi Selama Bulan Ramadhan”. Berita ini adalah salah satu berit fenomenal yang tidak hanya terjadi dalam lingkup lokal, tetapi terjadi dalam kawasan nasional. Tidak dipungkiri pula, ketika menjelang Ramadhan tiba, banyak sekali surat kabar bahkan berita-berita di stasiun televisi yang menayangkan ataupun memaparkan permasalahan yang tergolong fatal tersebut. Kita menoleh sedikit ke dalam lembaga pemerintahan yang mengurusi hal ini. Pemerintah telah melakukan semacam razia yang mereka beri nama “operasi Ketupat” dimana dalam razia ini mereka menangkap para PSK dan “pelanggan” mereka untuk diberikan sosialisasi. Namun saya fikir bahwa tindakan yang dilakukan oleh pemerintah ini Kurang Efektif. Mengapa? Melihat dari jumlah aparat yang turun di lapangan saja sudah terlihat jumlah yang kurang memadai. Bayangkan saja untuk merazia satu wilayah kota hanya dengan ± 20 aparat kepolisian? Very ridiculous i though. Menimbang pula dengan alasan kompleks dari para pekerja prostitusi tersebut yang mengatakan bahwa mereka ekerja dengan alasan ekonomi yang kurang memadai sampai dengan mencari biaya untuk keseharian dan pulang ke kampung halaman.

Dilihat pula dari jumlah penambahan pekerja prostitusi di Indonesia yang menurut LSI atau Lembaga Survey Indonesia yang selalu bertambah setiap tahunnya sebesar 10%, dan yang lebih parahnya lagi, didalam 10% itu kebanyakan merupakan perempuan dibawah umur 18 tahun. Hal inilah yang memicu semakin maraknya pertumbuhan “usaha” prostitusi di Indonesia itu sendiri.  Hal inilah yng menjadi pelajaran penting bagi aparat pemerintahan untuk meminimalisir adanya pertambahan jumlah lagi. Bagaimana caranya? Dimulai dari yang paling kecil yaitu penyuluhan. Menjalin kerjasama antara aparat dan pula warga masyarakat sangat diperlukan guna meminimalisir perkembangan dan penyebaran dari “bisnis” prostitusi itu sendiri.


Ke masalah Ramadhan yang kerap terjadi yang terakhir yang akan saya bahas adalah mengenai “Kemacetan Kala Mudik”. Hal inilah yang sangat dihindari oleh kita para pemudik ya kan? Dari data-data tahun lalu melalui beberapa sumber berita dan surat kabar, pemudik yang memadati jalan raya selama beberapa hari menjelang Idul Fitri kian hari kian meningkat. Peralihan pemudik menjadi menggunakan kendaraan pribadi adalah satu faktorpenting yang terjadi saat ini.

Membludaknya jumlah pengendara dikala mudik kian tahun kian meningkat. Pemudik lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi milik mereka dengan dalih penghematan biaya dan efisiensi waktu. Mereka berpendapat bahwa menggunakan kendaraan umum akan menyulitkan mereka karena faktor keterlambatan kedatangan dari beberapa bidang kendaraan umum, maupun kehabisan tiket. Jadi, mereka menggunakan kendaraan pribadi dalam bentuk kendaraan roda dua maupun roda empat. Hal inilah yang menjadi “dangerous problem” karena seperti yang kita ketahui, banyak sekali kecelakaan yang terjadi sepanjang tahun dan terus meningkat di setiap tahunnya, entah itu karena faktor kecelakaan murni maupun kelalaian pengendara. Inilah yang menjadi tugas pokok baik dari pengendara itu sendiri maupun dari pemerintah untuk meminimalisir kecelakaan. Apabila kecelakaan itu bersifat murni, kesalahan pemerintah berada pada poin kelalaian dari ketertiban yang ditegakkan oleh aparat. Tetapi jika ini adalah kelalaian pengendara, aparat tidak bisa disalahkan.

Hal inilah yang menjadi tanggungjawab badan lembaga perhubungan untuk lebih mengontrol “penyedia” jasa perhubungan untuk melakukan pengecekan kendaraan umum “layak pakai” di setiap kali event mudik ini, bagaimanapun juga, untuk mengurangi jumlah kecelakaan angkutan umum diperlukan kerjasama yang baik dari masing-masing pihak, yakan?

Demikianlah essay singkat yang dapat saya buat dan saya publikasikan kepada pembaca. Sebelumnya saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada pemerintah atas beberapa kritikan yang saya sampaikan didalam essay saya. Saya hanya bisa berharap semoga pemerintah dapat membenahi diri menjadi lebih baik lagi. Saya juga berharap agas para pembaca dapat memetik hikmah dan mengambil pelajaran dari essay saya ini. Amin. J




0 komentar:

Posting Komentar