Ramadhan's Problematic -Essay-
Kali
ini, saya mencoba menuliskan semacam “essay” yang saya buat sendiri, melalui
proses dan pengumpulan data yang panjang dan rinci. Saya telah membaca dan
merangkum beberapa surat kabar di kota saya dan membandingkannya dengan data
tahun lalu. Mengapa saya mengambil tema Ramadhan? Karena ini tuntutan dari
sekolah dan mengapa saya mengambil tema problematika di dalamnya? Karena saya
pikir ini adalah masalah krusial yang dihadapi pemerintah. Jadi disini, saya
akan mencoba menjelaskan lebih rinci beberapa masalah penting yang muncul
selama bulan Ramadhan
Kalau teman-teman ingin tahu lebih dalam tentang “essay” saya ini, silahkan klik read more yaa ;)
Dalam
Ramadhan kali ini, sekolah memberikan kepada kami, siswa siswinya untuk membuat
suatu project untuk membuat kita tidak hanya menikmati liburan hanya dengan
bersantai-santai saja, melainkan juga untuk tujuan “developing knowledge” kita
sebagai pelajar. Dalam tugas tersebut, saya ingin membahas salah satu poin
penting dalam bulan Ramadhan ini, yaitu masalah “Problematika dalam Ramadhan”
sesuai dengan judul “Essay” ini. Jadi, di dalam essay ini saya akan membahas 4
poin penting problematika di bulan Ramadhan, diantaranya
- Kenaikan harga bahan pangan
- Penjualan petasan di bulan Ramadhan
- Prostitusi di bulan Ramadhan
- Kemacetan disaat waktu mudik
Mengapa
saya memilih 4 topik di atas? Karena menurut saya, seperti yang saya katakan di
atas, 4 hal atau topik diatas adalah 4 hal-hal problematik yang setiap tahun
berulang terus menerus. Mengapa hal ini dapat terjadi? Peran serta pemerintah
dan aparatnya lah yang memiliki tanggung jawab terbesar. Hal inilah yang
sepatutnya kita pertanyakan? Dimanakah ke-efektivitas-an aparat pemerintahan
bekerja dalam hal ini?
Oke,
kita akan membahas poin pertama di dalam essay saya..
“Kenaikan
Harga Bahan Pangan di saat Ramadhan”. Hal itulah yang menjadi Headline selama
beberapa hari di sejumlah surat kabar, seperti Kaltim Post dan Balikpapan Pos.
Setiap menjelang dan memasuki bulan ramadhan, harga pangan di sejumlah daerah
(tidak terkecuali Balikpapan) mengalami perlonjakan harga. Secara teori
Ekonomi, semakin banyak permintaan, maka harga barang akan semakin tinggi. Hal
inilah yang mendasari para produsen bahan pangan tersebut untuk menaikkan
harga. Hal ini sering kali terjadi di dalam kawasan pasar tradidional, mengapa?
Karena di daerah pasar tradisional inilah harga dapat dipermainkan, dapat
ditinggikan maupun diturunkan. Berbeda dengan harga i pasar swalayan maupun
pasar modern lainnya yang cenderung mematok harga tinggo guna menstabilkan
harga dari bahan pangan itu sendiri.
Hal
inilah yang sangat disesalkan oleh para penjual dan pembeli, mereka merasa
sangat dirugikan dalam kenaikan harga ini. Ketika saya mencoba menuju salah
satu pasar tradisional di Balikpapan, (berbarengan dengan menemani mama saya
berbelanja) saya mencoba bertanya kepada salah satu pedagang langganan mama
saya tersebut yang memang sudah “agak” akrab dengan kami, beliau bernama Bu
Muliana. Beliau berkata kenaikan harga tersebut sangat disayangkan bukan hanya
olehnya, tetapi oleh banyak sekali pedagang di Pasar Pandan Sari tersebut. “Ya
pelanggan jadi sepi dek kalau harga semua pada naik, kita jadi dapat untung
dikit kalau pasang harga tinggi” tutur Ibu Muliana. Dalam kondisi ini, kita
sebagai konsumen pun merasa dirugikan oleh kenaikan harga ini. Bulan puasa yang
secara otomatis meningkatkan kebutuhan para konsumen menjadi terganggu dalam
hal pemenuhannya dikarenakan oleh kenaikan harga tersebut.
Dalam hal ini,
pemerintah tidak diam di tempat. Pemerintah melalui
Kementerian Perdagangan menggelar operasi pasar dan pasar murah di semua
provinsi di Indonesia. Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan
operasi pasar murah itu dilakukan untuk menekan penaikan harga bahan pokok di
pasaran pasca penaikan harga BBM bersubsidi dan pada saat Ramadhan
(jaringnews.com, 8/7)
Bukan hanya
Kementerian Perdagangan yang diminta untuk menstabilkan harga pangan. Namun,
Pemerintah daerah pun diminta untuk membantu menstabilkan harga. Menteri Dalam
Negeri, Gamawan Fauzi, menegaskan bahwa seluruh pemerintah daerah telah diminta
untuk menggelar pasar murah demi meredam lonjakan harga itu (merdeka.com, 8/7).
Sayangnya,
operasi pasar maupun pasar murah terkesan hanya antisipasi yang bersifat
insidental. Pemerintah belum memiliki kebijakan yang cukup komprehensif guna
mencukupi kebutuhan bahan pokok yang murah. Pada situasi ini, pemerintah
dapat dianggap lalai untuk menjamin kebutuhan masyarakat. Pemerintah seharusnya
dapat meningkatkan produksi bahan kebutuhan pokok dan memperkuat pengawasan
distribusi.
Setelah
permasalahan pertama, kita akan membahas permasalahan kedua, yaitu
“Transaksi jual-beli
petasan di bulan Ramadhan”. Hal ini menjadi salah satu “crusial problematic”
dari pemerintah dan pedagang petasan di masing-masing daerah. Petasan dan
Ramadhan adalah “salah dua hal” yang tidak dapat dipisahkan. Di lain pihak
menyatakan argumennya bahwa petasan adalah hiburan di sela-sela kegiatan
Ramadhan (yang berarti memenuhi kebutuhan akan hiburan) dan di lain pihak
menyatakan bahwa hal tersebut dapat membuat keributan dan mengganggu aktivitas
beragama. Dua hal yang tidak dapat dipungkiri melihat kebebasan masyarakat atas
hak sebagai manusia.. Tetapi tetap saja, toleransi beragama tidak dapat
disalahkan.
Pengguna
petasan mendapatkan petasan tersebut karena dijual bebas di pasaran. Penertiban
oleh pihak aparat pemerintah (pamong praja) sangat diperlukan dan dibutuhkan
dalam upaya razia barang “haram” tersebut. Tetapi, tugas Pamong Praja ini hanya
MERAZIA bukan MENYITA SEGALANYA dan MERUSAK. Hal inilah yang sangat disesalkan
oleh para pedagang yang menjajakan petasan tersebut. Seperti yang dilansir oleh
VIVAnews,
Santo, seorang pedagang petasan di Kota Bogor, menyesalkan
kebijakan itu. Kebijakan itu dinilai menghambat rezeki musiman yang bisa diraub
pedagang menjelang Idul Fitri. "Rata-rata juga cuma bunga api. Kecuali
petasan cabe rawit dan itu tidak ada yang berani menjual," katanya.
Hal ini membuktikan bahwa mereka membuat
pedagang musiman itu merugi. Mereka hanya memanfaatkan momen ini karena mereka
adalah pedagang musiman yang melihat peluang keuntungan dari menjajakan petasan
tersebut. Kita harus bisa membedakan kata “MERAZIA” dan kata “MENYITA”.
Peran serta pemerintah dalam hal ini
sudah cukup benar. Tetapi. Mereka juga harus melihat efek samping dari
kebijakan tersebut. Mereka boleh saja merazia, tetapi dalam rangka merazia apa
yang memang dianggap berbahaya, merazia dengan cara yang benar, bukan dalam
bentuk pengrusakan dan ke-arogansi-an dari pihak aparat. Hal ini selain
merugikan para pedagang yang notabene sedang mencari nafkah, hal ini juga
merugikan pemerintah karena pencitraan buruk yang di “ lontarkan “ oleh
masyarakatnya sendiri. Sebelum mengadakan razia, alangkah baiknya jika aparat
dan bagian pemerintahan yang bersangkutan mengadakan sosialisasi terhadap
bahaya dan mencari informasi melalui para pedagang agar bisa membedakan mana
petasan yang dianggap berbahaya dan yang kurang menimbulkan bahaya agar dalam
proses peraziannya tidak merugikan pedagang itu sendiri. Karena aparat berguna
untuk menertibkan juga kan?
Lanjut ke permasalahan essay saya
berikutnya, ya. Permasalahan essay saya berikutnya adalah “Masih Maraknya
Prostitusi Selama Bulan Ramadhan”. Berita ini adalah salah satu berit fenomenal
yang tidak hanya terjadi dalam lingkup lokal, tetapi terjadi dalam kawasan nasional.
Tidak dipungkiri pula, ketika menjelang Ramadhan tiba, banyak sekali surat
kabar bahkan berita-berita di stasiun televisi yang menayangkan ataupun
memaparkan permasalahan yang tergolong fatal tersebut. Kita menoleh sedikit ke
dalam lembaga pemerintahan yang mengurusi hal ini. Pemerintah telah melakukan
semacam razia yang mereka beri nama “operasi Ketupat” dimana dalam razia ini
mereka menangkap para PSK dan “pelanggan” mereka untuk diberikan sosialisasi.
Namun saya fikir bahwa tindakan yang dilakukan oleh pemerintah ini Kurang
Efektif. Mengapa? Melihat dari jumlah aparat yang turun di lapangan saja sudah
terlihat jumlah yang kurang memadai. Bayangkan saja untuk merazia satu wilayah
kota hanya dengan ± 20 aparat kepolisian? Very
ridiculous i though. Menimbang pula dengan alasan kompleks dari para
pekerja prostitusi tersebut yang mengatakan bahwa mereka ekerja dengan alasan
ekonomi yang kurang memadai sampai dengan mencari biaya untuk keseharian dan
pulang ke kampung halaman.
Dilihat pula dari jumlah penambahan
pekerja prostitusi di Indonesia yang menurut LSI atau Lembaga Survey Indonesia
yang selalu bertambah setiap tahunnya sebesar 10%, dan yang lebih parahnya
lagi, didalam 10% itu kebanyakan merupakan perempuan dibawah umur 18 tahun. Hal
inilah yang memicu semakin maraknya pertumbuhan “usaha” prostitusi di Indonesia
itu sendiri. Hal inilah yng menjadi
pelajaran penting bagi aparat pemerintahan untuk meminimalisir adanya
pertambahan jumlah lagi. Bagaimana caranya? Dimulai dari yang paling kecil yaitu
penyuluhan. Menjalin kerjasama antara aparat dan pula warga masyarakat sangat
diperlukan guna meminimalisir perkembangan dan penyebaran dari “bisnis”
prostitusi itu sendiri.
Ke masalah Ramadhan yang kerap terjadi
yang terakhir yang akan saya bahas adalah mengenai “Kemacetan Kala Mudik”. Hal
inilah yang sangat dihindari oleh kita para pemudik ya kan? Dari data-data
tahun lalu melalui beberapa sumber berita dan surat kabar, pemudik yang
memadati jalan raya selama beberapa hari menjelang Idul Fitri kian hari kian
meningkat. Peralihan pemudik menjadi menggunakan kendaraan pribadi adalah satu
faktorpenting yang terjadi saat ini.
Membludaknya jumlah pengendara dikala
mudik kian tahun kian meningkat. Pemudik lebih memilih untuk menggunakan
kendaraan pribadi milik mereka dengan dalih penghematan biaya dan efisiensi
waktu. Mereka berpendapat bahwa menggunakan kendaraan umum akan menyulitkan
mereka karena faktor keterlambatan kedatangan dari beberapa bidang kendaraan
umum, maupun kehabisan tiket. Jadi, mereka menggunakan kendaraan pribadi dalam
bentuk kendaraan roda dua maupun roda empat. Hal inilah yang menjadi “dangerous
problem” karena seperti yang kita ketahui, banyak sekali kecelakaan yang
terjadi sepanjang tahun dan terus meningkat di setiap tahunnya, entah itu
karena faktor kecelakaan murni maupun kelalaian pengendara. Inilah yang menjadi
tugas pokok baik dari pengendara itu sendiri maupun dari pemerintah untuk
meminimalisir kecelakaan. Apabila kecelakaan itu bersifat murni, kesalahan
pemerintah berada pada poin kelalaian dari ketertiban yang ditegakkan oleh
aparat. Tetapi jika ini adalah kelalaian pengendara, aparat tidak bisa
disalahkan.
Hal inilah yang menjadi tanggungjawab
badan lembaga perhubungan untuk lebih mengontrol “penyedia” jasa perhubungan untuk
melakukan pengecekan kendaraan umum “layak pakai” di setiap kali event mudik
ini, bagaimanapun juga, untuk mengurangi jumlah kecelakaan angkutan umum
diperlukan kerjasama yang baik dari masing-masing pihak, yakan?
Demikianlah essay singkat yang dapat
saya buat dan saya publikasikan kepada pembaca. Sebelumnya saya meminta maaf
yang sebesar-besarnya kepada pemerintah atas beberapa kritikan yang saya
sampaikan didalam essay saya. Saya hanya bisa berharap semoga pemerintah dapat
membenahi diri menjadi lebih baik lagi. Saya juga berharap agas para pembaca
dapat memetik hikmah dan mengambil pelajaran dari essay saya ini. Amin. J
0 komentar:
Posting Komentar